Minggu, 01 April 2018

Agama, Kesadaran dan Arti Hidup dalam Kerangka Filsafat



Author: Hidayahtullah A Robhani

Garis besar: Agama, Kesadaran dan Arti Hidup


Satu pelajaran berharga yang saya peroleh dari orang tua saya tentang agama Islam adalah percakapan kami dengan ayah saya ketika kami masih kecil dan tinggal di rumah sederhana. Pelajaran yang masih saya ingat hingga sekarang. hal itu selalu menjadi bayang-bayang dalam pikiran saya bahwa meskipun orang tua saya bukanlah seorang ulama atau orang terpandang untuk kedudukan dunia, namun pelajaran itu begitu melekat dalam diri saya hingga kini. Bagaimana kalau kami mati nanti, apakah kalian tetap akan menyembah Allah sebagai tuhan kalian dan memegang Islam sebagai agama kalian?

Tak bisa dipungkiri, kita hidup di dunia di mana nilai-nilai moralitas telah banyak mengalami pergeseran paradigma. Diperkuat dengan merebaknya paham sekuler yang menegasikan keberadaan agama, atau lebih tepatnya menegasikan tuhan dalan kerangka hiudup bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Ini merupakan pergeseran paradigma pemikiran yang arusnya berasal dari barat yang mana di sana peradaban barat yang berabad-abad disokong oleh dogma kristen mulai ditinggalkan oleh penganutnya dan negara meninggalkan dasar-dasar teologi untuk beralih menjadi masyarakat yang lebih sekularis (atheis).

Bagaimana merasionalkan pendapat atheis yang tidak meyakini keberadaan tuhan 
Bagaimana kita menalarkan mengenai keyakinan seseorang yang tidak menyakini adanya entitas sebagai kausa prima yang menciptakan alam semesta?

Sejauh pembelajaran saya, ada tiga cara manusia mengetahui sesuatu (to know something) secara epistemik. Secara umum, mari kita coba sederhanakan. Seperti kita tahu, filsafat adalah subyek yang sangat luas. Secara primer kita mengetahui sesuatu dari panca indera, berupa sentuhan, penglihatan, penciuman, pendengaran. Pengetahuan melalui panca indera ini disebut pengetahuan empiris. Kemudian kita punya deduksi, misalanya matematika. 1, 2, 3, 4, 5 deret bilangan yang berurutan. 1+1 adalah 2, dsb. Kemudian kita punya cara ketiga untuk mengetahui sesuatu, kemampuan ini disebut intuisi.

Mengenai intuisi, tak seorangpun bisa mendebat intuisi kita/anda/saya. Sebagai contoh, anda sedang meminum secangkir kopi. Anda bisa mengetahui temperatur dari secangkir kopi tersebut. Anda bisa mengukurnya dengan termometer. Pengetahuan ini bersifat objektif. Kita bisa menghitung berapa orang yang ada dalam ruangan dalam satu waktu, dan berapa cangkir kopi yang sedang disajikan. Kita bisa menghitung itu semua. Ini disebut pengetahuan deduktif. Namun demikian, rasa dari kopi atau apa yang bisa dirasakan oleh anda ketika secangkir kopi itu diminum bersifat intuitif. Dan ini bersifat subyektif. Setiap orang memiliki kesan yang berbeda kadarnya.

Kita memiliki sesuatu dalam diri yang kita sebut kesadaran atau self awareness. Sifat self awareness ini adalah sesuatu yang bersifat metafisik, melampaui parameter fisik (seperti suhu, penglihatan, tekanan, dll). Kita tak bisa mengujinya secara empiris. Harus diakui ada bagian dari diri kita yang tak bisa diuji dengan metode saintifik.

Hal ini juga terkadang membuat kita sedikit bertanya pertanyaan kecil. Seperti kita tahu dunia sekarang, lingkungan kita didominasi oleh sifat keduniaan, hal-hal materialistik. Materialisme.

- Apa itu materialisme?

Mari perhatikan anekdot berikut untuk sedikit memberikan pemahaman mengenai materialisme.

Basic thought experiment

Misal saya membuat sebuah robot, katakanlah robot ini sa beri nama Anda 2.0.
Robot ini, alih-alih memiliki kulit tulang dan daging layaknya manusia, justru dibangun dari sekumpulan baja. alih-alih memiliki darah, ia mempunyai minyak, alih-alih memiliki jantung, ia punya generator, alih-alih memiliki otak ia memiliki prosessor, alih-alih memiliki mata ia mempunyai kamera. Semuanya adalah mesin. Ia berpikir seperti anda, berperilaku seperti anda. Memiliki program, saya memprogrammnya untuk berbicara seperti anda, berpikir seberti anda dan berkemampuan belajar seperti anda. Ia memiliki IQ. Jika dicubit ia akan merespon. Tertawa saat diberikan lelucon. Ia diporogram untuk melalukan semua itu. Ia sama persis seperti anda.
Satu satunya pembeda antara anda dan robot ini adalah anda tersusun dari tulang dan daging, dan ia dari baja.

Kemudian pada suatu saat, saya menghancurkan Anda 2.0.
Petanyaannya adalah (tanpa mengharuskan ada jawaban benar/salah) apakah saya melakukan pembunuhan, atau saya menghancurkan sebuah properti?

Secara logis, tentu saya menghancurkan sebuah properti.

Tapi tunggu dulu. Seseorang mungkin berkata bahwa saya melakukan pembunuhan. Dia mungkin berkata, "Lihat.. saya adalah seorang materialist". Kebanyakan materialist di luar sana mengaku diri atau percaya bahwa satu-satunya hal yang ada di dunia ini adalah substansi material (sambil mengetuki meja) . Mereka mungkin berkata Anda 2.0 terlihat persis seperti anda. Ia 100% punya hak yang sama dengan anda. Dia 100% manusia. Karena tak ada yang lebih dari anda melainkan substansi material.

Namun bagi mereka yang berkata.. Tidak..tidak, anda hanya merusak properti. Kita harus tanyakan kepada mereka, apa yang kurang? lebih tepatnya apa yang membedakan (antara anda dan Anda 2.0)?

Mereka akan menjawab, ada perbedaan kesadaran. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa itu kesadaran? apakah anda mengetahuinya dari proses deduktif melalui matematika? atau anda merasakannya secara empiris dengan panca indera? Tentu tidak

Kita mengetahuinya secara intuitif. Karena kita dapat mengetahui sesuatu secara intuitif. Hal itu juga memberi tahu klita bahwa sains bukanlah sesuatu yang mutlak. Tanpa bermaksud merendahkan sains. Latar belakang saya juga dari sains. Saya bahkan bisa menceritakan keunggulan-keunggulan sains dalam satu tulisan panjang khusus. Namun bukan sekarang saatnya. Saya percaya sains, saya memuji sains, bahkan saya percaya bahwa sains adalah salah satu cara untuk mengetahui sesuatu. Kita simpan waktu kita untuk membahas itu. Namun demikian, apakah itu memberikan kita Kebenaran (dengan K kapital)? Kita tidak berbicara kebenaran umum, atau kebenaran yang populer di masyarakat. tetapi kebenaran yang sesungguhnya. Atau yang sering dirujuk oleh para filsuf sebagai the Truth. (With the capital T)

(Bersambung..)
Agama Filsafat Islam

 

This blog includes any research on this spesific products :

  • Copyright © Abdi ·abaday· Robhani™ is a registered trademark.
    Blogger Templates Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.